Aku termangu menatap taman dirumahku sendiri. Belum juga aku keluar dari mobil. Pandanganku kosong, entahlah, aku sendiri tak tahu sedang berfikir apa. Tiba – tiba seseorang mengetuk jendela mobilku, “mbak, ngapain ngelamun? Kok ndak turun – turun dari tadi?” Mbok Yah, wanita separuh baya yang bekerja dirumahku. Hampir sepuluh tahun beliau bekerja dengan keluargaku. Sejak aku lepas SMU, hingga sekarang usiaku memasuki kepala tiga. Usia yang rawan bagi perempuan, seperti aku sekarang. Mama dulu memaksa Mbok Yah untuk ikut denganku, menemaniku merantau jauh dari keluargaku, Jogja. Mama, Papa dan kedua adikku ada di Jakarta. Kebetulan keluarga Mbok Yah ada di Magelang, tak jauh dari Jogja. Dan Mama disana dibantu Mak Sih, adik kandung Mbok Yah dan Septi anak bungsu Mbok Yah yang disekolahkan Mama disana.
Aku melangkah gontai keluar dari mobil CRV Gold ku, meneteng tas kerja yang sebenarnya gak ada isinya selain dompet. Mbok Yah mengambil laptop yang ada di kursi samping.
“Mbak Dis sakit? Kok tumben pulang jam segini, masih sore”. Kata Mbok Yah yang sedari tadi dibelakangku. Aku hanya berjalan lesu tanpa menjawab pertanyaannya. Kulirik jam yang melingkar ditanganku, masih setengah lima sore langit juga masih terang. Ah, aku memang pulang terlalu cepat. Tapi yang aku rasakan memang lelah.